Miangas,begitulah nama pulau terluar Indonesia yang berbatasan langsung dengan Negara Filiphina ini.Pulau ini termasuk ke dalam desa Miangas, kecamatan Nanusa, Kabupaten Kepulauan Talaud, provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Miangas adalah salah satu pulau yang tergabung dalam gugusan Kepulauan Nanusa. Pulau ini memiliki luas sekitar 3,15 km². Jarak Pulau Miangas dengan Kecamatan Nanusa adalah sekitar 145 mil, sedangkan jarak ke Filipina hanya 48 mil. Pulau Miangas memiliki jumlah penduduk sebanyak 678 jiwa (2003) dengan mayoritas adalah Suku Talaud.Mata uang yang dipakai adalah Peso.
Pada dasarnya pulau ini memiliki letak yang sangat strategis karena berdekatan dengan jalur lalu lintas perdagangan Internasional.Oleh karena itu pulau Miangas dijadikan pilot project pembangunan fastel untuk border area, bersama dengan Pulau Marore yang juga ada di sekitar wilayah tersebut.Penduduk di pulau ini berinteraksi secara langsung dengan masyarakat Filiphina.Selain itu kebutuhan sandang dan pangan penduduk pulau Miangas didapatkan dari Filiphina.Untuk saat ini di pulau Miangas telah dibangun Menara Suar oleh Pemerintah Republik Indonesia.
P. MARORE, MIANGAS & MARAMPIT1
Pulau Miangas merupakan pulau yang hampir terlupakan padahal pulau ini memiliki kekayaan alam yang luar biasa.Bahkan masyarakat Indonesia sendiri banyak yang tidak tahu mengenai keberadaan pulau Miangas.Ibarat sebuah pencarian harta karun ,hanya orang-orang yang memiliki peta harta karun saja yang beruntung menemukan harta karun di pulau ini dan memanfaatkannya untuk kepentingan mereka.
Potensi yang sangat menonjol di pulau ini adalah dari kekayaan perikanannya dan bidang pariwisata.Di bidang pariwisata,keindahan pantai dan alam bawah lautnya dapat dimanfaatkan untuk menarik wisatawan lokal maupun mancanegara untuk datang ke pulau ini.Hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan memberikan gambaran tentang keindahan pariwisata yang ada di pulau ini kepada para investor agar mau berinvestasi di daerah ini.Selain itu penempatan titik-titik potensial daerah wisata di pulau ini memerlukan analisis spasial agar para investor tidak keliru dalam menentukan daerah mana yang bisa menjadi tempat wisata seperti keadaan bentang alam,morfologi dan penggunaan tanah pulau ini .Penempatan objek wisata yang tepat juga mampu menghindarkan konflik dengan masyarakat asli daerah pulau ini karena kadangkala kedatangan wisatawan yang memiliki budaya berbeda dengan masyarakat asli bisa sedikit mendatangkan konflik dengan masyarakat sekitar.Oleh sebab itu analisis spasial dalam rencana tata ruang wilayah di pulau ini nantinya akan sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan lingkungan dan makhluk hidup.
Mata pencaharian penduduk pulau Miangas yang sebagian besar adalah nelayan mengindikasikan bahwa pulau ini memiliki kekayaan perikanan yang luar biasa. Hasil perikanan di daerah ini pada umumnya dijual ke negara Filiphina karena factor jarak yang lebih dekat.Kalau saja pemerintah serius dalam menyikapi kekayaan perikanan di pulau ini maka produksi perikanan di pulau ini akan meningkat dan memberikan tambahan yang cukup signifikan bagi sektor perikanan Republik Indonesia. Untuk memanfaatkan potensi perikanan secara optimal di daerah ini maka dapat digunakan analisis data citra satelit NOAA (Aplikasi Sistem Informasi Geografis) untuk menentukan daerah mana saja di perairan sekitar pulau Miangas yang menjadi Zona Potensial Penangkapan Ikan.Peranan Informasi Satelit sangat diperlukan dalam menentukan daerah ZPPI untuk memanfaatkan potensi perikanan secara optimal.Keuntungan dengan menggunakan informasi satelit diantaranya adalah 2:
Menyediakan informasi daerah penangkapan ikan yang potensial : Zona Potensial Penangkapan Ikan (ZPPI)
Low cost (relatively) : Small scale fisheries
Teknologi penginderaan jauh memiliki peranan yang cukup penting dalam pemanfaatan sumberdaya laut umumnya dan penyediaan informasi ZPPI.
Pemanfaatan potensi pulau Miangas dapat berjalan dengan lancar dan berhasil bila mendapat dukungan terutama dari pihak Pemerintah bekerjasama dengan masyarakat,akademisi,dan seluruh elemen masyarakat Indonesia.Hal paling mendasar yang perlu dilakukan adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang pulau Miangas dan pulau-pulau terluar lainnya dan berusaha mempromosikan pulau-pulau tersebut sebagai salah satu asset Negara Kesatuan Republik Indonesia dan secara sah merupakan milik Indonesia yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun dan setiap warga Negara Indonesia harus turut serta mempertahankan kedaulatan dan keutuhan NKRI.
1 Presentasi Drs.Djamang Ludiro pada mata kuliah Geografi Regional Indonesia, Departemen Geografi Universitas Indonesia thn 2009
2 Presentasi Dr Rokhmatullah.M.Eng dalam mata kuliah Aplikasi SIG thn 2009 (Departemen Geografi 2009)
Tuesday, May 26, 2009
Tuesday, March 10, 2009
NanoTechnology
Manufactured products are made from atoms. The properties of those products depend on how those atoms are arranged. If we rearrange the atoms in coal we can make diamond. If we rearrange the atoms in sand (and add a few other trace elements) we can make computer chips. If we rearrange the atoms in dirt, water and air we can make potatoes.
Todays manufacturing methods are very crude at the molecular level. Casting, grinding, milling and even lithography move atoms in great thundering statistical herds. It's like trying to make things out of LEGO blocks with boxing gloves on your hands. Yes, you can push the LEGO blocks into great heaps and pile them up, but you can't really snap them together the way you'd like.
In the future, nanotechnology will let us take off the boxing gloves. We'll be able to snap together the fundamental building blocks of nature easily, inexpensively and in most of the ways permitted by the laws of physics. This will be essential if we are to continue the revolution in computer hardware beyond about the next decade, and will also let us fabricate an entire new generation of products that are cleaner, stronger, lighter, and more precise.
It's worth pointing out that the word "nanotechnology" has become very popular and is used to describe many types of research where the characteristic dimensions are less than about 1,000 nanometers. For example, continued improvements in lithography have resulted in line widths that are less than one micron: this work is often called "nanotechnology." Sub-micron lithography is clearly very valuable (ask anyone who uses a computer!) but it is equally clear that conventional lithography will not let us build semiconductor devices in which individual dopant atoms are located at specific lattice sites. Many of the exponentially improving trends in computer hardware capability have remained steady for the last 50 years. There is fairly widespread belief that these trends are likely to continue for at least another several years, but then conventional lithography starts to reach its limits.
If we are to continue these trends we will have to develop a new manufacturing technology which will let us inexpensively build computer systems with mole quantities of logic elements that are molecular in both size and precision and are interconnected in complex and highly idiosyncratic patterns. Nanotechnology will let us do this.
When it's unclear from the context whether we're using the specific definition of "nanotechnology" (given here) or the broader and more inclusive definition (often used in the literature), we'll use the terms "molecular nanotechnology" or "molecular manufacturing."
Whatever we call it, it should let us
Get essentially every atom in the right place.
Make almost any structure consistent with the laws of physics that we can specify in molecular detail.
Have manufacturing costs not greatly exceeding the cost of the required raw materials and energy. There are two more concepts commonly associated with nanotechnology:
Positional assembly.
Massive parallelism. Clearly, we would be happy with any method that simultaneously achieved the first three objectives. However, this seems difficult without using some form of positional assembly (to get the right molecular parts in the right places) and some form of massive parallelism (to keep the costs down).
The need for positional assembly implies an interest in molecular robotics, e.g., robotic devices that are molecular both in their size and precision. These molecular scale positional devices are likely to resemble very small versions of their everyday macroscopic counterparts. Positional assembly is frequently used in normal macroscopic manufacturing today, and provides tremendous advantages. Imagine trying to build a bicycle with both hands tied behind your back! The idea of manipulating and positioning individual atoms and molecules is still new and takes some getting used to. However, as Feynman said in a classic talk in 1959: "The principles of physics, as far as I can see, do not speak against the possibility of maneuvering things atom by atom." We need to apply at the molecular scale the concept that has demonstrated its effectiveness at the macroscopic scale: making parts go where we want by putting them where we want!
One robotic arm assembling molecular parts is going to take a long time to assemble anything large — so we need lots of robotic arms: this is what we mean by massive parallelism. While earlier proposals achieved massive parallelism through self replication, today's "best guess" is that future molecular manufacturing systems will use some form of convergent assembly. In this process vast numbers of small parts are assembled by vast numbers of small robotic arms into larger parts, those larger parts are assembled by larger robotic arms into still larger parts, and so forth. If the size of the parts doubles at each iteration, we can go from one nanometer parts (a few atoms in size) to one meter parts (almost as big as a person) in only 30 steps.
Todays manufacturing methods are very crude at the molecular level. Casting, grinding, milling and even lithography move atoms in great thundering statistical herds. It's like trying to make things out of LEGO blocks with boxing gloves on your hands. Yes, you can push the LEGO blocks into great heaps and pile them up, but you can't really snap them together the way you'd like.
In the future, nanotechnology will let us take off the boxing gloves. We'll be able to snap together the fundamental building blocks of nature easily, inexpensively and in most of the ways permitted by the laws of physics. This will be essential if we are to continue the revolution in computer hardware beyond about the next decade, and will also let us fabricate an entire new generation of products that are cleaner, stronger, lighter, and more precise.
It's worth pointing out that the word "nanotechnology" has become very popular and is used to describe many types of research where the characteristic dimensions are less than about 1,000 nanometers. For example, continued improvements in lithography have resulted in line widths that are less than one micron: this work is often called "nanotechnology." Sub-micron lithography is clearly very valuable (ask anyone who uses a computer!) but it is equally clear that conventional lithography will not let us build semiconductor devices in which individual dopant atoms are located at specific lattice sites. Many of the exponentially improving trends in computer hardware capability have remained steady for the last 50 years. There is fairly widespread belief that these trends are likely to continue for at least another several years, but then conventional lithography starts to reach its limits.
If we are to continue these trends we will have to develop a new manufacturing technology which will let us inexpensively build computer systems with mole quantities of logic elements that are molecular in both size and precision and are interconnected in complex and highly idiosyncratic patterns. Nanotechnology will let us do this.
When it's unclear from the context whether we're using the specific definition of "nanotechnology" (given here) or the broader and more inclusive definition (often used in the literature), we'll use the terms "molecular nanotechnology" or "molecular manufacturing."
Whatever we call it, it should let us
Get essentially every atom in the right place.
Make almost any structure consistent with the laws of physics that we can specify in molecular detail.
Have manufacturing costs not greatly exceeding the cost of the required raw materials and energy. There are two more concepts commonly associated with nanotechnology:
Positional assembly.
Massive parallelism. Clearly, we would be happy with any method that simultaneously achieved the first three objectives. However, this seems difficult without using some form of positional assembly (to get the right molecular parts in the right places) and some form of massive parallelism (to keep the costs down).
The need for positional assembly implies an interest in molecular robotics, e.g., robotic devices that are molecular both in their size and precision. These molecular scale positional devices are likely to resemble very small versions of their everyday macroscopic counterparts. Positional assembly is frequently used in normal macroscopic manufacturing today, and provides tremendous advantages. Imagine trying to build a bicycle with both hands tied behind your back! The idea of manipulating and positioning individual atoms and molecules is still new and takes some getting used to. However, as Feynman said in a classic talk in 1959: "The principles of physics, as far as I can see, do not speak against the possibility of maneuvering things atom by atom." We need to apply at the molecular scale the concept that has demonstrated its effectiveness at the macroscopic scale: making parts go where we want by putting them where we want!
One robotic arm assembling molecular parts is going to take a long time to assemble anything large — so we need lots of robotic arms: this is what we mean by massive parallelism. While earlier proposals achieved massive parallelism through self replication, today's "best guess" is that future molecular manufacturing systems will use some form of convergent assembly. In this process vast numbers of small parts are assembled by vast numbers of small robotic arms into larger parts, those larger parts are assembled by larger robotic arms into still larger parts, and so forth. If the size of the parts doubles at each iteration, we can go from one nanometer parts (a few atoms in size) to one meter parts (almost as big as a person) in only 30 steps.
Wednesday, February 25, 2009
Pembangunan dan ruang
Ruang dan Pembangunan
Space as region :
Area that is considered different from other areas according to specified characteristices (can be identified and mapped on the basis of any phenomenon)
Showing uniqueness of certain place to support human activities
Space as region :
Area that is considered different from other areas according to specified characteristices (can be identified and mapped on the basis of any phenomenon)
Showing uniqueness of certain place to support human activities
Monday, February 23, 2009
Simbol Kota
Sense of Place
Kota Bukittinggi merupakan sebuah kota yang terletak di dalam Provinsi Sumatera Barat.Keindahan alam dan tempat wisata yang menarik menjadi keunggulan yang dimiliki oleh kota Bukittinggi.Dari segi kehidupan masyarakatnya banyak yang bermata pencaharian di bidang pertanian dan bidang perdagangan dan jasa.Hal ini dipengaruhi oleh keadaan daerah dengan tanah yang subur dan prospek cerah di bidang pariwisata yang menguntungkan untuk kegiatan perdagangan.Bukittinggi memiliki simbol-simbol kota yang mengindikasikan bahwa kita pernah mengunjungi kota ini.Diantaranya adalah:
1. Ngarai Sianok
Lembah curam (jurang) yang terletak di jantung kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Lembah ini memanjang dan berkelok dari selatan ngarai Koto Gadang sampai di Ngarai Sianok Enam Suku, dan berakhir sampai Palupuh. Ngarai Sianok memiliki pemandangan yang indah dan menjadi salah satu objek wisata utama provinsi.Jurang ini dalamnya sekitar 100 m membentang sepanjang 15 km dengan lebar sekitar 200 m dan merupakan bagian dari patahan yang memisahkan Pulau Sumatra menjadi dua bagian memanjang (Patahan Semangko). Patahan ini membentuk dinding yang curam, bahkan tegak lurus dan membentuk lembah yang hijau - hasil dari gerakan turun kulit bumi (sinklinal) yang dialiri Sungai Sianok yang airnya jernih. Di zaman kolonial Belanda, jurang ini disebut juga sebagai kerbau sanget, karena banyaknya kerbau liar yang hidup bebas di dasar ngarai.Sungai Sianok kini bisa diarungi dengan menggunakan kano dan kayak yg disaranai oleh suatu organisasi olahraga air "Qurays". Rute yang ditempuh adalah dari Desa Lambah sampai Desa Sitingkai Batang Palupuh selama kira-kira 3,5 jam. Di tepiannya masih banyak dijumpai tumbuhan langka seperti rafflesia dan tumbuhan obat-obatan. Fauna yang dijumpai misalnya monyet ekor panjang, siamang, simpai, rusa, babi hutan, macan tutul, serta tapir.
2. Goa Jepang
Lokasi Goa Jepang dari Ngarai Sianok dibagian atas dan tembus ke Ngarai bagian bawah. Goa ini sebagaimana namanya, dibangun oleh Tentara Jepang sebagai benteng perlindungan sekaligus tempat pelarian mereka. Goa ini dibangun oleh tetesan keringat dan darah rakyat Sumatera Barat, yang setelah goa terbangun mereka semua dibunuh agar kerahasiaan goa ini terjamin. Benteng goa ini terdiri dari lorong panjang berliku-liku, ada ruangan rapat, ruangan tidur, ruangan tahanan dan dapur. Memang sekarang ini hanya ruangang-ruangan kosong tanpa ada isinya, kita tahu kegunaan ruangan tersebut juga dari cerita penjaganya. Goa Jepang ini masih terus diexplorer, karena disinyalir goa ini masih lebih luas dibanding dengan apa yang telah ditemukan sekarang.
3. Jam Gadang
Jam Gadang adalah sebuah menara jam yang merupakan markah tanah kota Bukittinggi dan provinsi Sumatra Barat di Indonesia. Simbol khas Sumatera Barat ini pun memiliki cerita dan keunikan karena usianya yang sudah puluhan tahun.Jam Gadang dibangun pada tahun 1926 oleh arsitek Yazid Sutan Gigi Ameh. Peletakan batu pertama jam ini dilakukan putra pertama Rook Maker yang saat itu masih berumur 6 tahun. Jam ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Controleur (Sekretaris Kota). Pada masa penjajahan Belanda, jam ini berbentuk bulat dan di atasnya berdiri patung ayam jantan, sedangkan pada masa pendudukan Jepang, berbentuk klenteng. Pada masa kemerdekaan, bentuknya berubah lagi menjadi ornamen rumah adat Minangkabau.Ukuran diameter jam ini adalah 80 cm, dengan denah dasar 13x4 meter sedangkan tingginya 26 meter. Pembangunan Jam Gadang yang konon menghabiskan total biaya pembangunan 3.000 Gulden ini, akhirnya menjadi markah tanah atau lambang dari kota Bukittinggi. Ada keunikan dari angka-angka Romawi pada Jam Gadang ini. Bila penulisan huruf Romawi biasanya pada angka enam adalah VI, angka tujuh adalah VII dan angka delapan adalah VIII, Jam Gadang ini menulis angka empat dengan simbol IIII (umumnya IV).Yang patut diketahui lagi, mesin Jam Gadang diyakini juga hanya ada dua di dunia. Kembarannya tentu saja yang saat ini terpasang di Big Ben, Inggris. Mesin yang bekerja secara manual tersebut oleh pembuatnya, Forman (seorang bangsawan terkenal) diberi nama Brixlion.
4. Pasar Tradisional Kota Bukittinggi (Pasa Ateh,Bawah dan Aua Kuniang)
Pasar Atas, Pasar Bawah dan Pasar Aur Kuning merupakan sentra dari kegiatan perekonomian masyarakat Kota Bukittinggi secara khusus dan Sumatera Barat secara umum. Kegiatan perekonomian di ketiga pasar ini selalu ramai setiap harinya dan para pengunjung datang dari berbagai daerah yang ada di Sumatera Barat. Bagi para wisatawan yang baru datang ke pasar ini, perlu memperhatikan proses pembelian. Hendaknya para pembeli terlebih dahulu melakukan tawar menawar. Dengan melakukan tawar-menawar, para pembeli akan mendapatkan harga yang lebih murah. Tetapi, kalau tidak dilakukan tawar-menawar, para pembeli tentu akan mendapatkan barang dengan harga yang lebih mahal dari harga biasanya.Keistimewaan ketiga pasar ini adalah lokasinya yang terletak di pusat kota Bukittinggi sehingga para wisatawan yang datang dari luar kota dan ingin berbelanja di pasar tersebut dengan mudah dapat menemukannya. Untuk menunjang perjalanan para wisatawan menuju pasar, tersedia banyak sarana transportasi yang cukup memadai.
Kota Bukittinggi merupakan sebuah kota yang terletak di dalam Provinsi Sumatera Barat.Keindahan alam dan tempat wisata yang menarik menjadi keunggulan yang dimiliki oleh kota Bukittinggi.Dari segi kehidupan masyarakatnya banyak yang bermata pencaharian di bidang pertanian dan bidang perdagangan dan jasa.Hal ini dipengaruhi oleh keadaan daerah dengan tanah yang subur dan prospek cerah di bidang pariwisata yang menguntungkan untuk kegiatan perdagangan.Bukittinggi memiliki simbol-simbol kota yang mengindikasikan bahwa kita pernah mengunjungi kota ini.Diantaranya adalah:
1. Ngarai Sianok
Lembah curam (jurang) yang terletak di jantung kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Lembah ini memanjang dan berkelok dari selatan ngarai Koto Gadang sampai di Ngarai Sianok Enam Suku, dan berakhir sampai Palupuh. Ngarai Sianok memiliki pemandangan yang indah dan menjadi salah satu objek wisata utama provinsi.Jurang ini dalamnya sekitar 100 m membentang sepanjang 15 km dengan lebar sekitar 200 m dan merupakan bagian dari patahan yang memisahkan Pulau Sumatra menjadi dua bagian memanjang (Patahan Semangko). Patahan ini membentuk dinding yang curam, bahkan tegak lurus dan membentuk lembah yang hijau - hasil dari gerakan turun kulit bumi (sinklinal) yang dialiri Sungai Sianok yang airnya jernih. Di zaman kolonial Belanda, jurang ini disebut juga sebagai kerbau sanget, karena banyaknya kerbau liar yang hidup bebas di dasar ngarai.Sungai Sianok kini bisa diarungi dengan menggunakan kano dan kayak yg disaranai oleh suatu organisasi olahraga air "Qurays". Rute yang ditempuh adalah dari Desa Lambah sampai Desa Sitingkai Batang Palupuh selama kira-kira 3,5 jam. Di tepiannya masih banyak dijumpai tumbuhan langka seperti rafflesia dan tumbuhan obat-obatan. Fauna yang dijumpai misalnya monyet ekor panjang, siamang, simpai, rusa, babi hutan, macan tutul, serta tapir.
2. Goa Jepang
Lokasi Goa Jepang dari Ngarai Sianok dibagian atas dan tembus ke Ngarai bagian bawah. Goa ini sebagaimana namanya, dibangun oleh Tentara Jepang sebagai benteng perlindungan sekaligus tempat pelarian mereka. Goa ini dibangun oleh tetesan keringat dan darah rakyat Sumatera Barat, yang setelah goa terbangun mereka semua dibunuh agar kerahasiaan goa ini terjamin. Benteng goa ini terdiri dari lorong panjang berliku-liku, ada ruangan rapat, ruangan tidur, ruangan tahanan dan dapur. Memang sekarang ini hanya ruangang-ruangan kosong tanpa ada isinya, kita tahu kegunaan ruangan tersebut juga dari cerita penjaganya. Goa Jepang ini masih terus diexplorer, karena disinyalir goa ini masih lebih luas dibanding dengan apa yang telah ditemukan sekarang.
3. Jam Gadang
Jam Gadang adalah sebuah menara jam yang merupakan markah tanah kota Bukittinggi dan provinsi Sumatra Barat di Indonesia. Simbol khas Sumatera Barat ini pun memiliki cerita dan keunikan karena usianya yang sudah puluhan tahun.Jam Gadang dibangun pada tahun 1926 oleh arsitek Yazid Sutan Gigi Ameh. Peletakan batu pertama jam ini dilakukan putra pertama Rook Maker yang saat itu masih berumur 6 tahun. Jam ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Controleur (Sekretaris Kota). Pada masa penjajahan Belanda, jam ini berbentuk bulat dan di atasnya berdiri patung ayam jantan, sedangkan pada masa pendudukan Jepang, berbentuk klenteng. Pada masa kemerdekaan, bentuknya berubah lagi menjadi ornamen rumah adat Minangkabau.Ukuran diameter jam ini adalah 80 cm, dengan denah dasar 13x4 meter sedangkan tingginya 26 meter. Pembangunan Jam Gadang yang konon menghabiskan total biaya pembangunan 3.000 Gulden ini, akhirnya menjadi markah tanah atau lambang dari kota Bukittinggi. Ada keunikan dari angka-angka Romawi pada Jam Gadang ini. Bila penulisan huruf Romawi biasanya pada angka enam adalah VI, angka tujuh adalah VII dan angka delapan adalah VIII, Jam Gadang ini menulis angka empat dengan simbol IIII (umumnya IV).Yang patut diketahui lagi, mesin Jam Gadang diyakini juga hanya ada dua di dunia. Kembarannya tentu saja yang saat ini terpasang di Big Ben, Inggris. Mesin yang bekerja secara manual tersebut oleh pembuatnya, Forman (seorang bangsawan terkenal) diberi nama Brixlion.
4. Pasar Tradisional Kota Bukittinggi (Pasa Ateh,Bawah dan Aua Kuniang)
Pasar Atas, Pasar Bawah dan Pasar Aur Kuning merupakan sentra dari kegiatan perekonomian masyarakat Kota Bukittinggi secara khusus dan Sumatera Barat secara umum. Kegiatan perekonomian di ketiga pasar ini selalu ramai setiap harinya dan para pengunjung datang dari berbagai daerah yang ada di Sumatera Barat. Bagi para wisatawan yang baru datang ke pasar ini, perlu memperhatikan proses pembelian. Hendaknya para pembeli terlebih dahulu melakukan tawar menawar. Dengan melakukan tawar-menawar, para pembeli akan mendapatkan harga yang lebih murah. Tetapi, kalau tidak dilakukan tawar-menawar, para pembeli tentu akan mendapatkan barang dengan harga yang lebih mahal dari harga biasanya.Keistimewaan ketiga pasar ini adalah lokasinya yang terletak di pusat kota Bukittinggi sehingga para wisatawan yang datang dari luar kota dan ingin berbelanja di pasar tersebut dengan mudah dapat menemukannya. Untuk menunjang perjalanan para wisatawan menuju pasar, tersedia banyak sarana transportasi yang cukup memadai.
Sunday, February 22, 2009
Demografi Bali
Memanfaatkan Bonus Demografi Provinsi Bali
Bonus Demogarfi dan Perkonomian
Kondisi struktur penduduk di suatu wilayah akan mempengaruhi kebijakan pembangunan di wilayah tersebut. Struktur penduduk, terutama menurut umur, di suatu wilayah akam mempengauhi kondisi perekonomiaannya karena akan berkaitan dengan tingkat ketergantuan (dependency ratio) di wilayah tersebut. Jika tingkat ketergantuan merupakan rasio dari ketergantungan ekonomi sebagian kelompok dalam populasi terhadap kelompok populasi yang produktif di suatu wilayah. Maka, kelompok yang tergolong memiliki ketergantungan ekonomi adalah anak yang terlalu muda dan orang tua yang terlalu tua untuk bekerja, yaitu penduduk yang berumur kurang dari 15 tahun dan lebih dari 65 tahun. Sehingga penduduk kelompok produktif berada pada kisaran umur 15 – 65 tahun.
Oleh karena itu, jika pada suatu wilayah memiliki rasio ketergantungan cukup tinggi, yang berarti semakin kecil proporsi kelompok penduduk umur produktif, maka semakin besar beban yang harus ditanggung kelompok penduduk tersebut. Dalam kondisi seperti ini, investasi pendapatan yang diperoleh kelompok tersebut akan dilakukan pada bidang pendidikan dan kesehatan untuk anak-anak serta pelayanan kesehatan untuk lansia, dana pensiun, dan sebagainya. Kondisi sebaliknya akan terjadi bila pada suatu wilayah memiliki rasio ketergantungan cukup rendah, maka investasi akan dilakukan dalam bidang ekonomi, terutama tabungan, yang kemudian akan berpengaruh terhadap kegiatan pembangunan.
Jika rasio ketergantungan penduduk di suatu wilayah terus menurun, maka wilayah tersebut akan memperoleh bonus demografi (demographic dividend atau demographic gift). Bonus demografi, yang biasanya dicirikan dengan rasio ketergantungan penduduk lebih rendah dari 50 persen, akan memberikan kesempatan wilayah tersebut untuk mendapatkan kondisi penduduk yang ideal pada perbandingan penduduk usia produktif dengan non-produktif (Adioetomo, 2004). Kesempatan ini selanjutnya disebut dengan the windows of opportunity yang biasanya hanya terjadi pada kurun waktu 1 sampai 2 dekade karena adanya transisi demografi dan hanya satu kali waktu. Bloom et al (2003; dalam Pool, 2004) mengidentifikasi tiga mekanisme terpenting yang terkandung di bonus demografi, yaitu (1) penyediaan tenaga kerja , tidak hanya dilihat dari jumlah, distribusi umur, dan peresebarannya, melainkan dari kualitas dan keahlian yang didukung salah satunya oleh penididkan yang memadai, (2) tabungan, dan (3) modal manusia. Kemudian Bongaart (2001; dalam Adioetomo, 2005) menambahkan faktor peranan perempuan memerankan peranan penting di bonus demografi. Semua mekanisme ini sangat bergantung pada kebijakan pemerintah (policy environment)(Bloom et al , 2003; dalam Pool, 2004).
Bonus Demogarfi di Provinsi Bali
Berdasarkan Survei Penduduk Tahun 1971, 1980, 1990, 2000 dan Survei Antar Sensus Tahun 1995, 2005, jumlah penduduk Proviinsi Bali terus meningkat dari 2.120.322jiwa pada Tahun 1971 hingga 3.383.572jiwa pada Tahun 2005. Jika data tersebut di proyeksikan hingga tahun 2025, maka jumlah penduduk Provinsi Bali adalah 4.122.100jiwa
Jika memperhatikan kondisi piramida penduduk tahun 2005 dan hasil proyeksi struktur umur penduduk tahun 2000-2025, menunjukkan bahwa proporsi penduduk produktif Bali lebih tinggi daripada penduduk non-produktif dengan rasio ketergantungan sebesar 44,9% pada tahun 2000 dan 43,4% pada Tahun 2005 (Gambar 2 dan Tabel 1).
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa sejak tahun 2000, proporsi penduduk usia produktif di Provinsi Bali adalah 69%, dan menurut hasil proyeksi akan terus meningkat pada Tahun 2025. Banyaknya penduduk usia produktif ini menyebabkan tingkat ketergantungan penduduk di provinsi ini dibawah 45%, oleh karena itu sejak Tahun 2000 Bali sudah mengalami bonus demografi dimana penduduk Bali sudah memiliki rasio ketergantungan dibawah 50%
Dengan menggunakan data proyaksi yang di keluarkan oleh Bapennas, BPS, dan UNFPA Tahun 2005 di www.datastatistik-indonesia.com, dapat diketahui bahwa rasio ketergantungan terendah yang dialami Provinsi Bali terjadi pada tahun 2019 yaitu sebesar 40,84% (Gambar 3). Setelah pada Tahun 2019 berada pada nilai terendah, kemudian meningkat lagi di Tahun 2020 kemudian menjadi 42,2% pada Tahun 2025. Pada masa inilah terjadi the windows of opportunity.
Pada kondisi ini umumnya pendapatan yang diperoleh penduduk usia produktif, yang biasanya digunakan penduduk usia muda seperti pendidikan, kesehatan, dan sebagainya, dapat dialihkan pada investasi untuk memicu pertumbuhan ekonomi. Dan umumnya pada kondisi seperti ini, perempuan memiliki lebih banyak kesempatan untuk memasuki dunia kerja (Hausmann, 1999)
Gambar 3. Perubahan Rasio Ketergantungan Provinsi Bali , 200-2025
Setelah the windows of opportunity, karena tansisi demografi, angka ketergantungan kembali meningkat karena mulai banyaknya penduduk dari usia 65tahun. Dan jika proyeksi dilanjutkan, maka rasio ketergantungan akan terus meningkat, terutama setelah Tahun 2030, dimana masa the windows of opportunity Indonesia selesai berlagsung (Adioetomo, 2005).
Memanfaatkan Bonus Demogarfi di Provinsi Bali
Telah diketahui sebelumnya bahwa bonus demografi dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara positif dan signifikan, tetapi pelaksanaannya bergantung pada kebijakan pemerintah. Jika pemerintah tidak memanfaatkan kondisi ini maka bonus demografi akan terlewati begitu saja bahkan akan menyebabkan kondisi yang lebih buruk karena semakin meningkatnya rasio ketergantungan terutama dari kalangan penduduk lanjut usia.
Tersedianya Tenaga Kerja
Perhitungan rasio ketergantungan berdasarkan perhitungan usia penduduk, dengan asumsi semakin banyak penduduk usia produktif maka akan semakin rendah rasio ketergantungannya, karena penduduk usia produktif tersebut akan bekerja dan berpenghasilan. Namun, jika hal ini tidak dibarengi dengan penciptaan lapangan pekerjaan, maka penduduk usia produktif ini akan mejadi pengangguran.
Berdasarkan http://regionalinvestment.com, Sektor pariwisata merupakan komoditas unggulan dari sisi komoditas tersier. Sektor yang sangat diandalkan di Provinsi Bali dan telah membemberi kontribusi pendapatan terbesar bagi Bali yaitu sebesar 550,39 juta rupiah pada Tahun 2004. Karena sektor ini merupakan komoditas tersier, yang pengelolaannya merupakan turunan dari berbagai komoditas primer dan sekunder, maka berkembang tidaknya sangatlah bergantung pada sektor lain. Sektor pariwisata berkaitan dengan investasi yang akhirnya berkaitan dengan kepercayaan penanaman investasi di Indonesia yang bermuara, salah satunya, pada keamanan nasional.
Pada tahun 1998 (BPS, Sensus 1980 dan Sakernas, 1998; dalam Adioetomo, 2005) dari penduduk yang telah bekerja hanya 35% yang bekerja pada sektor formal, sisanya pada sektor informal. Bahkan, dari yang bekerja pada sektor pariwisata 83% merupakan pekerja informal. Saat penduduk bekerja ada sektor informal, maka pendapatan yang diperoleh hanya dapat digunakan untuk pemenuhan kehidupan dasar saja (subsistem) serta tidak memiliki jaminan sosial dan kesehatan yang memadai.
Hal yang sama terjadi juga di Bali. Jika pemerintah tidak konsentrasi pada sektor yang menjadi komoditas utama provinsi ini, maka penduduk produktif Bali hanya akan bekerja pada sektor informal dari sektor pariwisata. Lain halnya jika pemerintah mengelola sektor tersebut dengan baik, maka akan mendatangkan investasi sehingga mampu menciptakan lapangan pekerjaan formal dari sektor pariwisata ini.
Tabungan
Disaat penduduk usia produktif sebagian besar sudah terserap di lapangan kerja formal, maka mereka akan memiliki jaminan sosial dan kesehatan yang memadai, sehingga memungkinkan mereka menabung. Tabungan ini oleh masyarakat akan dimanfaatkan untuk kemudian meningkatkan perekonomian dan pembangunan.
Modal manusia
Investasi untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah pada sektor pendidikan. Karena saat penduduk memiliki pendidikan mereka akan memiliki kemampuan dan keterampilan yang lebih baik agar dapat terserap di lapangan kerja yang baik, sehingga kulitas kehidupannya meningkat. Disaat pemerintah sudah mampu mendatangkan investasi untuk menciptakan lapangan kerja formal, jika tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia lokal, maka lapangan pekerjaan tersebut akan terisi oleh sumber daya manusia pendatang. Sehingga kualitas kehidupan penduduk lokal tidak dapat meningkat.
Oleh karena itu, pemerintah Bali haruslah mempehatikan sektor pendidikan terutama untuk penduduk Bali. Pendidikan tersebut tidak hanya dari sektor formal saja melainkan pendidikan informal. Kedua sektor pendidikan ini harus dapat mendukung komoditas unggulan Bali yaitu pariwisata.
Pendidikan informal yang dapat dikembangkan sejalan dengan kebutuhan pariwisata adalah pendidikan yang mampu memberikan penduduk Bali agar dapat mengelola aset pariwisata di Bali. Beberapa pendidikan informal ini seperti pelatihan bahasa asing yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dan melakukan gueding terhadap wisatawan, pelatihan pengelolaan aset kebudayan seperti sanggar tari dan drama, pelatihan pengelolaan aset alam seperti pengelolaan olahraga pantai dan hiburan, pelatiha pengelolaan sumberdaya kuliner, dan sebagainya. Pelatihan tersebut diadakan aar dapat memenuhi standart internasional.
Peran serta perempuan
Peran serta perempuan tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan pengendalian kelahiran dan perencanaan keluarga, dalam hal ini program keluarga berencana. Bali pernah menjadi provinsi dengan keberhasilan program KB tinggi. KB di Bali masuk kedalam hukum babad sehinga sebagian besar wanita hindu saat itu mengikuti program ini. Keberhasilan program KB ini lah yang menyebabkan Bali mampu memiliki rasio ketergantungan 44,9% di Tahun 2000. Oleh karena itu, program ini haruslah dipelihara agar terciptanya the windows of opportunity pada tahun 2019 akan terjadi.
Pembatasan kelahiran berdampak langsung pada ibu. Ibu akan memiliki waktu luang lebih banyak karena waktu mengurus anak menjadi lebih singkat. Waktu luang ini akan dimanfaatkan oleh ibu untuk meningkatkan keahlian dan keterampilannya, sehingga mampu terserap di lapangan kerja.
Dari beberapa penjabaran tersebut, dapat dikatakan bahwa Bali yang memiliki komoditas unggulan yang berasal dari komoditas tersier yaitu pariwisata yang harus didukung oleh sektor primer dan sekunder agar bapat berkembang. Pemerintah haruslah menciptakan kondisi yang kondusif untuk mampu mendatangkan investasi agar dapat tercipta lapangan pekerjaan formal dari sektor pariwisata. Bersamaan dengan itu perlu dikembangkan pendididikan yang mampu menciptakan sumber daya manusia lokal Provinsi Bali agar mampu terserap di lapangan pekerjaan tersebut. Terserapnya penduduk produktif di lapangan kerja formal akan meningkatkan pendapatan yang memungkinkan penduduk tersebut menabung. Selain itu program KB harus tetap dipelihara agar kelahiran dapat dikendalikan dan perempuan dapat berpendidikan, sehingga keluarga Bali dapat menciptakan sumber daya manusia Bali, baik lali-lai maupun perempuan, yang berkualitas.
Bonus Demogarfi dan Perkonomian
Kondisi struktur penduduk di suatu wilayah akan mempengaruhi kebijakan pembangunan di wilayah tersebut. Struktur penduduk, terutama menurut umur, di suatu wilayah akam mempengauhi kondisi perekonomiaannya karena akan berkaitan dengan tingkat ketergantuan (dependency ratio) di wilayah tersebut. Jika tingkat ketergantuan merupakan rasio dari ketergantungan ekonomi sebagian kelompok dalam populasi terhadap kelompok populasi yang produktif di suatu wilayah. Maka, kelompok yang tergolong memiliki ketergantungan ekonomi adalah anak yang terlalu muda dan orang tua yang terlalu tua untuk bekerja, yaitu penduduk yang berumur kurang dari 15 tahun dan lebih dari 65 tahun. Sehingga penduduk kelompok produktif berada pada kisaran umur 15 – 65 tahun.
Oleh karena itu, jika pada suatu wilayah memiliki rasio ketergantungan cukup tinggi, yang berarti semakin kecil proporsi kelompok penduduk umur produktif, maka semakin besar beban yang harus ditanggung kelompok penduduk tersebut. Dalam kondisi seperti ini, investasi pendapatan yang diperoleh kelompok tersebut akan dilakukan pada bidang pendidikan dan kesehatan untuk anak-anak serta pelayanan kesehatan untuk lansia, dana pensiun, dan sebagainya. Kondisi sebaliknya akan terjadi bila pada suatu wilayah memiliki rasio ketergantungan cukup rendah, maka investasi akan dilakukan dalam bidang ekonomi, terutama tabungan, yang kemudian akan berpengaruh terhadap kegiatan pembangunan.
Jika rasio ketergantungan penduduk di suatu wilayah terus menurun, maka wilayah tersebut akan memperoleh bonus demografi (demographic dividend atau demographic gift). Bonus demografi, yang biasanya dicirikan dengan rasio ketergantungan penduduk lebih rendah dari 50 persen, akan memberikan kesempatan wilayah tersebut untuk mendapatkan kondisi penduduk yang ideal pada perbandingan penduduk usia produktif dengan non-produktif (Adioetomo, 2004). Kesempatan ini selanjutnya disebut dengan the windows of opportunity yang biasanya hanya terjadi pada kurun waktu 1 sampai 2 dekade karena adanya transisi demografi dan hanya satu kali waktu. Bloom et al (2003; dalam Pool, 2004) mengidentifikasi tiga mekanisme terpenting yang terkandung di bonus demografi, yaitu (1) penyediaan tenaga kerja , tidak hanya dilihat dari jumlah, distribusi umur, dan peresebarannya, melainkan dari kualitas dan keahlian yang didukung salah satunya oleh penididkan yang memadai, (2) tabungan, dan (3) modal manusia. Kemudian Bongaart (2001; dalam Adioetomo, 2005) menambahkan faktor peranan perempuan memerankan peranan penting di bonus demografi. Semua mekanisme ini sangat bergantung pada kebijakan pemerintah (policy environment)(Bloom et al , 2003; dalam Pool, 2004).
Bonus Demogarfi di Provinsi Bali
Berdasarkan Survei Penduduk Tahun 1971, 1980, 1990, 2000 dan Survei Antar Sensus Tahun 1995, 2005, jumlah penduduk Proviinsi Bali terus meningkat dari 2.120.322jiwa pada Tahun 1971 hingga 3.383.572jiwa pada Tahun 2005. Jika data tersebut di proyeksikan hingga tahun 2025, maka jumlah penduduk Provinsi Bali adalah 4.122.100jiwa
Jika memperhatikan kondisi piramida penduduk tahun 2005 dan hasil proyeksi struktur umur penduduk tahun 2000-2025, menunjukkan bahwa proporsi penduduk produktif Bali lebih tinggi daripada penduduk non-produktif dengan rasio ketergantungan sebesar 44,9% pada tahun 2000 dan 43,4% pada Tahun 2005 (Gambar 2 dan Tabel 1).
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa sejak tahun 2000, proporsi penduduk usia produktif di Provinsi Bali adalah 69%, dan menurut hasil proyeksi akan terus meningkat pada Tahun 2025. Banyaknya penduduk usia produktif ini menyebabkan tingkat ketergantungan penduduk di provinsi ini dibawah 45%, oleh karena itu sejak Tahun 2000 Bali sudah mengalami bonus demografi dimana penduduk Bali sudah memiliki rasio ketergantungan dibawah 50%
Dengan menggunakan data proyaksi yang di keluarkan oleh Bapennas, BPS, dan UNFPA Tahun 2005 di www.datastatistik-indonesia.com, dapat diketahui bahwa rasio ketergantungan terendah yang dialami Provinsi Bali terjadi pada tahun 2019 yaitu sebesar 40,84% (Gambar 3). Setelah pada Tahun 2019 berada pada nilai terendah, kemudian meningkat lagi di Tahun 2020 kemudian menjadi 42,2% pada Tahun 2025. Pada masa inilah terjadi the windows of opportunity.
Pada kondisi ini umumnya pendapatan yang diperoleh penduduk usia produktif, yang biasanya digunakan penduduk usia muda seperti pendidikan, kesehatan, dan sebagainya, dapat dialihkan pada investasi untuk memicu pertumbuhan ekonomi. Dan umumnya pada kondisi seperti ini, perempuan memiliki lebih banyak kesempatan untuk memasuki dunia kerja (Hausmann, 1999)
Gambar 3. Perubahan Rasio Ketergantungan Provinsi Bali , 200-2025
Setelah the windows of opportunity, karena tansisi demografi, angka ketergantungan kembali meningkat karena mulai banyaknya penduduk dari usia 65tahun. Dan jika proyeksi dilanjutkan, maka rasio ketergantungan akan terus meningkat, terutama setelah Tahun 2030, dimana masa the windows of opportunity Indonesia selesai berlagsung (Adioetomo, 2005).
Memanfaatkan Bonus Demogarfi di Provinsi Bali
Telah diketahui sebelumnya bahwa bonus demografi dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara positif dan signifikan, tetapi pelaksanaannya bergantung pada kebijakan pemerintah. Jika pemerintah tidak memanfaatkan kondisi ini maka bonus demografi akan terlewati begitu saja bahkan akan menyebabkan kondisi yang lebih buruk karena semakin meningkatnya rasio ketergantungan terutama dari kalangan penduduk lanjut usia.
Tersedianya Tenaga Kerja
Perhitungan rasio ketergantungan berdasarkan perhitungan usia penduduk, dengan asumsi semakin banyak penduduk usia produktif maka akan semakin rendah rasio ketergantungannya, karena penduduk usia produktif tersebut akan bekerja dan berpenghasilan. Namun, jika hal ini tidak dibarengi dengan penciptaan lapangan pekerjaan, maka penduduk usia produktif ini akan mejadi pengangguran.
Berdasarkan http://regionalinvestment.com, Sektor pariwisata merupakan komoditas unggulan dari sisi komoditas tersier. Sektor yang sangat diandalkan di Provinsi Bali dan telah membemberi kontribusi pendapatan terbesar bagi Bali yaitu sebesar 550,39 juta rupiah pada Tahun 2004. Karena sektor ini merupakan komoditas tersier, yang pengelolaannya merupakan turunan dari berbagai komoditas primer dan sekunder, maka berkembang tidaknya sangatlah bergantung pada sektor lain. Sektor pariwisata berkaitan dengan investasi yang akhirnya berkaitan dengan kepercayaan penanaman investasi di Indonesia yang bermuara, salah satunya, pada keamanan nasional.
Pada tahun 1998 (BPS, Sensus 1980 dan Sakernas, 1998; dalam Adioetomo, 2005) dari penduduk yang telah bekerja hanya 35% yang bekerja pada sektor formal, sisanya pada sektor informal. Bahkan, dari yang bekerja pada sektor pariwisata 83% merupakan pekerja informal. Saat penduduk bekerja ada sektor informal, maka pendapatan yang diperoleh hanya dapat digunakan untuk pemenuhan kehidupan dasar saja (subsistem) serta tidak memiliki jaminan sosial dan kesehatan yang memadai.
Hal yang sama terjadi juga di Bali. Jika pemerintah tidak konsentrasi pada sektor yang menjadi komoditas utama provinsi ini, maka penduduk produktif Bali hanya akan bekerja pada sektor informal dari sektor pariwisata. Lain halnya jika pemerintah mengelola sektor tersebut dengan baik, maka akan mendatangkan investasi sehingga mampu menciptakan lapangan pekerjaan formal dari sektor pariwisata ini.
Tabungan
Disaat penduduk usia produktif sebagian besar sudah terserap di lapangan kerja formal, maka mereka akan memiliki jaminan sosial dan kesehatan yang memadai, sehingga memungkinkan mereka menabung. Tabungan ini oleh masyarakat akan dimanfaatkan untuk kemudian meningkatkan perekonomian dan pembangunan.
Modal manusia
Investasi untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah pada sektor pendidikan. Karena saat penduduk memiliki pendidikan mereka akan memiliki kemampuan dan keterampilan yang lebih baik agar dapat terserap di lapangan kerja yang baik, sehingga kulitas kehidupannya meningkat. Disaat pemerintah sudah mampu mendatangkan investasi untuk menciptakan lapangan kerja formal, jika tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia lokal, maka lapangan pekerjaan tersebut akan terisi oleh sumber daya manusia pendatang. Sehingga kualitas kehidupan penduduk lokal tidak dapat meningkat.
Oleh karena itu, pemerintah Bali haruslah mempehatikan sektor pendidikan terutama untuk penduduk Bali. Pendidikan tersebut tidak hanya dari sektor formal saja melainkan pendidikan informal. Kedua sektor pendidikan ini harus dapat mendukung komoditas unggulan Bali yaitu pariwisata.
Pendidikan informal yang dapat dikembangkan sejalan dengan kebutuhan pariwisata adalah pendidikan yang mampu memberikan penduduk Bali agar dapat mengelola aset pariwisata di Bali. Beberapa pendidikan informal ini seperti pelatihan bahasa asing yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dan melakukan gueding terhadap wisatawan, pelatihan pengelolaan aset kebudayan seperti sanggar tari dan drama, pelatihan pengelolaan aset alam seperti pengelolaan olahraga pantai dan hiburan, pelatiha pengelolaan sumberdaya kuliner, dan sebagainya. Pelatihan tersebut diadakan aar dapat memenuhi standart internasional.
Peran serta perempuan
Peran serta perempuan tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan pengendalian kelahiran dan perencanaan keluarga, dalam hal ini program keluarga berencana. Bali pernah menjadi provinsi dengan keberhasilan program KB tinggi. KB di Bali masuk kedalam hukum babad sehinga sebagian besar wanita hindu saat itu mengikuti program ini. Keberhasilan program KB ini lah yang menyebabkan Bali mampu memiliki rasio ketergantungan 44,9% di Tahun 2000. Oleh karena itu, program ini haruslah dipelihara agar terciptanya the windows of opportunity pada tahun 2019 akan terjadi.
Pembatasan kelahiran berdampak langsung pada ibu. Ibu akan memiliki waktu luang lebih banyak karena waktu mengurus anak menjadi lebih singkat. Waktu luang ini akan dimanfaatkan oleh ibu untuk meningkatkan keahlian dan keterampilannya, sehingga mampu terserap di lapangan kerja.
Dari beberapa penjabaran tersebut, dapat dikatakan bahwa Bali yang memiliki komoditas unggulan yang berasal dari komoditas tersier yaitu pariwisata yang harus didukung oleh sektor primer dan sekunder agar bapat berkembang. Pemerintah haruslah menciptakan kondisi yang kondusif untuk mampu mendatangkan investasi agar dapat tercipta lapangan pekerjaan formal dari sektor pariwisata. Bersamaan dengan itu perlu dikembangkan pendididikan yang mampu menciptakan sumber daya manusia lokal Provinsi Bali agar mampu terserap di lapangan pekerjaan tersebut. Terserapnya penduduk produktif di lapangan kerja formal akan meningkatkan pendapatan yang memungkinkan penduduk tersebut menabung. Selain itu program KB harus tetap dipelihara agar kelahiran dapat dikendalikan dan perempuan dapat berpendidikan, sehingga keluarga Bali dapat menciptakan sumber daya manusia Bali, baik lali-lai maupun perempuan, yang berkualitas.
Sejarah Penginderaan Jauh
PERKEMBANGAN PENGINDERAAN JAUH
1.1. Perkembangan Sebelum Tahun 1960
Perkembangan penginderaan jauh (PJ) bisa dibedakan kedalam dua tahap yaitu sebelum dan sesudah tahun 1960. Sebelum tahun 1960 masih digunakan foto udara, setelah tahun 1960 sudah ditambah dengan citra satelit.
Perkembangan kamera diperoleh dari percobaan yang dilakukan pada lebih dari 2.300 tahun yang lalu oleh Aristoteles dengan ditemukannya teknologi Camera Obscura yang merupakan temuan suatu proyeksi bayangan melalui lubang kecil ke dalam ruang gelap. Percobaan ini dilanjutkan dari abad ke 13 sampai 19 oleh ilmuwan seperti Leonardo da Vinci, Levi ben Gerson, Roger Bacon, Daniel Barbara (penemuan lensa yang dapat dipakai untuk pembesaran pandangan jarak jauh melalui penggunaan teleskop), Johan Zahr (penemuan cermin), Athanins Kircher, Johannes Kepler, Robert Boyle, Robert Hooke, William Wollaston dan George Airy
Pada 1700 AD, mulai ditemukan proses fotografi, yang pada akhirnya dikembangkan menjadi teknik fotografi (1822) oleh Daguerre dan Niepce yang dikenal dengan proses Daguerrotype. Kemudian proses fotografi tersebut berkembang setelah diproduksi rol film yang terbuat dari bahan gelatin dan silver bromide secara besar-besaran. Kegiatan seni fotografi menggunakan balon udara yang digunakan untuk membuat fotografi udara sebuah desa dekat kota Paris berkembang pada tahun 1859 oleh Gaspard Felix Tournachon. Pada tahun 1895 berkembang teknik foto berwarna dan berkembang menjadi Kodachrome tahun 1935.
Pada 1903 di Jerman, kamera pertama yang diluncurkan melalui roket yang dimaksudkan untuk melakukan pemotretan udara dari ketinggian 800 m dan kamera tersebut kembali ke bumi dengan parasut. Foto udara pertama kali dibuat oleh Wilbur Wright pada tahun 1909.
Selama periode Perang Dunia I, terjadi lonjakan besar dalam penggunaan foto udara untuk berbagai keperluan antara lain untuk pelacakan dari udara yang dilakukan dengan pesawat kecil dilengkapi dengan kamera untuk mendapatkan informasi kawasan militer strategis, juga dalam hal peralatan interpretasi foto udara, kamera dan film. Pada tahun 1922, Taylor dan rekan-rekannya di Naval Research Laboratory USA, berhasil mendeteksi kapal dan pesawat udara. Pada masa ini Inggris menggunakan foto udara untuk mendeteksi kapal yang melintas kanal di Inggris guna menghindari serangan Jerman yang direncanakan pada musim panas tahun 1940. Angkatan Laut Amerika, pada tanggal 5 Januari 1942 mendirikan Sekolah Interpretasi Foto Udara (Naval Photographic Interpretation School), bertepatan dengan sebulan penyerangan Pearl Harbor.
Sejak 1920 di Amerika, pemanfaatan foto udara telah berkembang pesat yang mana banyak digunakan sebagai alat bantu dalam pengelolaan lahan, pertanian, kehutanan, dan pemetaan penggunaan tanah. Dimulai dari pemanfaatan foto hitam putih yang pada gilirannya memanfaatkan foto udara berwarna bahkan juga foto udara infra merah.
Selama perang dunia ke II, pemanfaatan foto udara telah dikembangkan menjadi bagian integral aktifitas militer yang digunakan untuk pemantauan ketahanan militer dan aktifitas daerah di pasca perang. Pada masa ini Amerika Serikat, Inggris dan Jerman mengembangkan penginderaan jauh dengan gelombang infra merah. Sekitar tahun 1936, Sir Robert Watson-Watt dari Inggris juga mengembangkan sistem radar untuk mendeteksi kapal dengan mengarahkan sensor radar mendatar ke arah kapal dan untuk mendeteksi pesawat terbang sensor radar di arahkan ke atas. Panjang gelombang tidak diukur dengan sentimeter melainkan dengan meter atau desimeter. Pada tahun 1948 dilakukan percobaan sensor radar pada pesawat terbang yang digunakan untuk mendeteksi pesawat lain. Radar pertama menghasilkan gambar dengan menggunakan B-Scan, menghasilkan gambar dengan bentuk segi empat panjang, jarak obyek dari pesawat digunakan sebagai satu kordinat, kordinat lainnya berupa sudut relatif terhadap arah pesawat terbang. Gambar yang dihasilkan mengalami distorsi besar karena tidak adanya hubungan linier antara jarak dengan sudut. Distorsi ini baru dapat dikoreksi pada radar Plan Position Indicator (PPI). PPI ini masih juga terdapat distorsi, tetapi ketelitiannya dapat disetarakan dengan peta terestrial yang teliti. Radar PPI masih digunakan sampai sekarang. Radar PPI dan Radar B –Scan antenanya selalu berputar. Pada sekitar tahun 1950 dikembangkan sistem radar baru yang antenanya tidak berputar yaitu dipasang tetap di bawah pesawat, oleh karena itu antenanya dapat dibuat lebih panjang sehingga resolusi spatialnya lebih baik.
Pada periode tahun 1948 hingga tahun 1950, dimulai peluncuran roket V2. Roket tersebut dilengkapi dengan kamera berukuran kecil. Selama tahun 1950-an, dikembangkan foto udara infra merah yang digunakan untuk mendeteksi penyakit dan jenis-jenis tanaman.
Aplikasi di bidang militer diawali dengan ide untuk menempatkan satelit observasi militer pada tahun 1955 melalui proyek SAMOS (Satellite and Missile Observation System), yang dipercayakan oleh Pentagon kepada perusahaan Lockheed. Satelit pertama dari proyek ini dilucurkan pada tanggal 31 Januari 1961 dengan tujuan menggantikan sistem yang terpasang pada pesawat-pesawat pengintai U2 (Hanggono, 1998).
1.2. Perkembangan Sesudah Tahun 1960.
Perekaman bumi pertama dilakukan oleh satelit TIROS (Television and Infrared Observation Satellite) pada tahun 1960 yang merupakan satelit meteorologi. Setelah peluncuran satelit itu, NASA meluncurkan lebih dari 40 satelit meteorologi dan lingkungan dengan setiap kali diadakan perbaikan kemampuan sensornya. Satelit TIROS ini sepenuhnya didukung oleh ESSA (Environmental Sciences Services Administration), kemudian berganti dengan NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) pada bulan Oktober 1970. Seri kedua dari satelit TIROS ini disebut dengan ITOS (Improved TIROS Operational System). Sejak saat ini peluncuran manusia ke angkasa luar dengan kapsul Mercury, Gemini dan Apollo dan lain-lain digunakan untuk pengambilan foto pemukaan bumi. Sensor multispektral fotografi S065 yang terpasang pada Apollo-9 (1968) telah memberikan ide pada konfigurasi spektral satelit ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite), yang akhirnya menjadi Landsat (Land Satellite). Satelit ini merupakan satelit untuk observasi sumber daya alam yang diluncurkan pada tanggal 23 Juli 1972. Disusul oleh generasi berikutnya Landsat 2 diluncurkan pada tanggal 22 Januari 1975 dan peluncuran Landsat 3 pada tanggal 5 Maret 1978. Perkembangan satelit sumber daya alam komersial terjadi pada Landsat 4 yang diluncurkan pada tanggal 16 Juli 1982, disusul Landsat 5 yang peluncurannya pada tanggal 1 Maret 1984, dan Landsat 6 gagal mencapai orbit. Direncanakan pada awal 1998 akan segera diluncurkan satelit Landsat 7 sebagai pengganti Landsat 5.
Perkembangan satelit sumber daya alam tersebut diikuti oleh negara lain, dengan meluncurkan satelit PJ operasional dengan berbagai misi, teknologi sensor, serta distribusi data secara komersial, seperti satelit SPOT-1 (Systemme Probatoire d’Observation de la Terre) oleh Perancis pada tahun 1986 yang diikuti generasi berikutnya, yaitu SPOT-2, 3, dan 4.
Demikian juga dengan dipasangnya sensor radar pada satelit PJ sebagai penggambaran sensor optik, merupakan peluang yang baik bagi negara Indonesia, yang wilayahnya tertutup awan sepanjang tahun.
Pada tahun 1986 Heinrich Hertz melakukan percobaan yang menghasilkan bahwa berbagai obyek metalik dan non metalik memantulkan tenaga elektromagnetik pada frekwensi 200 MHz yang dekat dengan gelombang mikro. Percobaan radar pertama kali dilakukan oleh Hulsmeyer pada tahun 1903 untuk mendeteksi kapal.
Satelit PJ radar yang digunakan untuk mengindera sumber daya di bumi dimulai dengan satelit eksperimen Amerika Serikat untuk mengindera sumber daya laut Seasat (Sea Satellite) tanggal 27 November 1978, SIR (Shuttle Imaging Radar)-A 12 November 1981, SIR-B tahun 1984, SIR-C tahun 1987. Disusul satelit SAR milik Rusia Cosmos 1870 tahun 1987, dan beroperasi selama dua tahun, untuk pengumpulan data daratan dan lautan. Cosmos-1870 ini hanya merupakan suatu prototipe, yang dirancang khusus untuk satelit sistem radar, yang secara operasional akan dilakukan oleh Almaz-1. Satelit Almaz-1 diluncurkan 31 Maret 1991, yang awalnya untuk pantauan kondisi cuaca setiap hari, sedangkan secara operasional mengindera bumi baru dimulai 17 Oktober 1992 dan beroperasi selama 18 bulan. Konsorsium Eropa (ESA = European Space Agency) tidak mau ketinggalan meluncurkan ERS-1 tahun 1991 dan ERS-2 tahun 1995. Disusul Jepang dengan JERS (Japan Earth Resources Satellite), yaitu JERS-1 diluncurkan tanggal 11 Februari 1992, namun program ini tidak diteruskan dan diganti dengan Adeos (Advanced Earth Observation Satellite) Agustus 1996, serta GMS (Geostationer Meteorogical Satellite), India dengan IRS (Indiana Resources Satellite); dan Canada dengan Radarsat (Radar Satelitte).
Pada saat ini, satelit intelijen Amerika memiliki kemampuan menghasilkan citra dengan resolusi yang sangat tinggi, mampu mencapai orde sepuluhan sentimeter. Pada sebuah citra KH-12, mampu mengambil gambar pada malam hari dengan menggunakan gelombang infra merah yang sangat berguna untuk mendeteksi sebuah kamuflase atau bahkan dapat melihat jika seorang serdadu menggunakan topi/helmnya. Selain Amerika negara lain yang memiliki satelit pengindera bumi dengan resolusi yang sangat tinggi adalah Rusia dengan KVR 1000 (satelit Yantar Kometa), Perancis dengan Helios-2A dan Israel dengan Offeq-2.
Selain di bidang militer, pemerintah Amerika Serikat juga telah memberikan lisensi kepada tiga perusahaan swasta untuk meluncurkan satelit sipil beresolusi sangat tinggi seperti Orbview (Orbital Science Corporation), Space Imaging Satellite (Lockheed) dan Earthwatch (Ball Aerospace). Orbview akan menangani misi Orbview/Baseline yang akan diluncurkan tahun 1999 yang menawarkan resolusi 1 meter untuk mode pankromatik dan 4 meter untuk mode multispektral. Pada pertengahan tahun 1998 ini juga direncanakan peluncuran satelit Quick Bird yang merupakan satelit penerus generasi sistem Early Bird. Satelit Quick Bird akan membawa sensor QuickBird Panchromatic dengan resolusi spatial 1 meter dan QuickBird Multispectral dengan resolusi 4 meter.
Setiap program satelit mempunyai misi khusus mengindera dan mengamati permukaan bumi, sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan aplikasi yang menjadi tujuannya. Misi satelit PJ resolusi tinggi sebagian berorientasi untuk inventarisasi, pantauan, dan penggalian lahan atau daratan, sebagian untuk mendapatkan informasi kelautan dan lingkungan. Tabel 1 menunjukkan program satelit PJ operasional mulai dari tahun 1990 sampai menjelang tahun 2000, yang distribusi datanya bagi masyarakat di seluruh dunia. Data PJ tersebut dapat dipesan, dibeli, atau diminta melalui operator satelit atau stasiun bumi di negara atau kawasan setempat.
1.1. Perkembangan Sebelum Tahun 1960
Perkembangan penginderaan jauh (PJ) bisa dibedakan kedalam dua tahap yaitu sebelum dan sesudah tahun 1960. Sebelum tahun 1960 masih digunakan foto udara, setelah tahun 1960 sudah ditambah dengan citra satelit.
Perkembangan kamera diperoleh dari percobaan yang dilakukan pada lebih dari 2.300 tahun yang lalu oleh Aristoteles dengan ditemukannya teknologi Camera Obscura yang merupakan temuan suatu proyeksi bayangan melalui lubang kecil ke dalam ruang gelap. Percobaan ini dilanjutkan dari abad ke 13 sampai 19 oleh ilmuwan seperti Leonardo da Vinci, Levi ben Gerson, Roger Bacon, Daniel Barbara (penemuan lensa yang dapat dipakai untuk pembesaran pandangan jarak jauh melalui penggunaan teleskop), Johan Zahr (penemuan cermin), Athanins Kircher, Johannes Kepler, Robert Boyle, Robert Hooke, William Wollaston dan George Airy
Pada 1700 AD, mulai ditemukan proses fotografi, yang pada akhirnya dikembangkan menjadi teknik fotografi (1822) oleh Daguerre dan Niepce yang dikenal dengan proses Daguerrotype. Kemudian proses fotografi tersebut berkembang setelah diproduksi rol film yang terbuat dari bahan gelatin dan silver bromide secara besar-besaran. Kegiatan seni fotografi menggunakan balon udara yang digunakan untuk membuat fotografi udara sebuah desa dekat kota Paris berkembang pada tahun 1859 oleh Gaspard Felix Tournachon. Pada tahun 1895 berkembang teknik foto berwarna dan berkembang menjadi Kodachrome tahun 1935.
Pada 1903 di Jerman, kamera pertama yang diluncurkan melalui roket yang dimaksudkan untuk melakukan pemotretan udara dari ketinggian 800 m dan kamera tersebut kembali ke bumi dengan parasut. Foto udara pertama kali dibuat oleh Wilbur Wright pada tahun 1909.
Selama periode Perang Dunia I, terjadi lonjakan besar dalam penggunaan foto udara untuk berbagai keperluan antara lain untuk pelacakan dari udara yang dilakukan dengan pesawat kecil dilengkapi dengan kamera untuk mendapatkan informasi kawasan militer strategis, juga dalam hal peralatan interpretasi foto udara, kamera dan film. Pada tahun 1922, Taylor dan rekan-rekannya di Naval Research Laboratory USA, berhasil mendeteksi kapal dan pesawat udara. Pada masa ini Inggris menggunakan foto udara untuk mendeteksi kapal yang melintas kanal di Inggris guna menghindari serangan Jerman yang direncanakan pada musim panas tahun 1940. Angkatan Laut Amerika, pada tanggal 5 Januari 1942 mendirikan Sekolah Interpretasi Foto Udara (Naval Photographic Interpretation School), bertepatan dengan sebulan penyerangan Pearl Harbor.
Sejak 1920 di Amerika, pemanfaatan foto udara telah berkembang pesat yang mana banyak digunakan sebagai alat bantu dalam pengelolaan lahan, pertanian, kehutanan, dan pemetaan penggunaan tanah. Dimulai dari pemanfaatan foto hitam putih yang pada gilirannya memanfaatkan foto udara berwarna bahkan juga foto udara infra merah.
Selama perang dunia ke II, pemanfaatan foto udara telah dikembangkan menjadi bagian integral aktifitas militer yang digunakan untuk pemantauan ketahanan militer dan aktifitas daerah di pasca perang. Pada masa ini Amerika Serikat, Inggris dan Jerman mengembangkan penginderaan jauh dengan gelombang infra merah. Sekitar tahun 1936, Sir Robert Watson-Watt dari Inggris juga mengembangkan sistem radar untuk mendeteksi kapal dengan mengarahkan sensor radar mendatar ke arah kapal dan untuk mendeteksi pesawat terbang sensor radar di arahkan ke atas. Panjang gelombang tidak diukur dengan sentimeter melainkan dengan meter atau desimeter. Pada tahun 1948 dilakukan percobaan sensor radar pada pesawat terbang yang digunakan untuk mendeteksi pesawat lain. Radar pertama menghasilkan gambar dengan menggunakan B-Scan, menghasilkan gambar dengan bentuk segi empat panjang, jarak obyek dari pesawat digunakan sebagai satu kordinat, kordinat lainnya berupa sudut relatif terhadap arah pesawat terbang. Gambar yang dihasilkan mengalami distorsi besar karena tidak adanya hubungan linier antara jarak dengan sudut. Distorsi ini baru dapat dikoreksi pada radar Plan Position Indicator (PPI). PPI ini masih juga terdapat distorsi, tetapi ketelitiannya dapat disetarakan dengan peta terestrial yang teliti. Radar PPI masih digunakan sampai sekarang. Radar PPI dan Radar B –Scan antenanya selalu berputar. Pada sekitar tahun 1950 dikembangkan sistem radar baru yang antenanya tidak berputar yaitu dipasang tetap di bawah pesawat, oleh karena itu antenanya dapat dibuat lebih panjang sehingga resolusi spatialnya lebih baik.
Pada periode tahun 1948 hingga tahun 1950, dimulai peluncuran roket V2. Roket tersebut dilengkapi dengan kamera berukuran kecil. Selama tahun 1950-an, dikembangkan foto udara infra merah yang digunakan untuk mendeteksi penyakit dan jenis-jenis tanaman.
Aplikasi di bidang militer diawali dengan ide untuk menempatkan satelit observasi militer pada tahun 1955 melalui proyek SAMOS (Satellite and Missile Observation System), yang dipercayakan oleh Pentagon kepada perusahaan Lockheed. Satelit pertama dari proyek ini dilucurkan pada tanggal 31 Januari 1961 dengan tujuan menggantikan sistem yang terpasang pada pesawat-pesawat pengintai U2 (Hanggono, 1998).
1.2. Perkembangan Sesudah Tahun 1960.
Perekaman bumi pertama dilakukan oleh satelit TIROS (Television and Infrared Observation Satellite) pada tahun 1960 yang merupakan satelit meteorologi. Setelah peluncuran satelit itu, NASA meluncurkan lebih dari 40 satelit meteorologi dan lingkungan dengan setiap kali diadakan perbaikan kemampuan sensornya. Satelit TIROS ini sepenuhnya didukung oleh ESSA (Environmental Sciences Services Administration), kemudian berganti dengan NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) pada bulan Oktober 1970. Seri kedua dari satelit TIROS ini disebut dengan ITOS (Improved TIROS Operational System). Sejak saat ini peluncuran manusia ke angkasa luar dengan kapsul Mercury, Gemini dan Apollo dan lain-lain digunakan untuk pengambilan foto pemukaan bumi. Sensor multispektral fotografi S065 yang terpasang pada Apollo-9 (1968) telah memberikan ide pada konfigurasi spektral satelit ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite), yang akhirnya menjadi Landsat (Land Satellite). Satelit ini merupakan satelit untuk observasi sumber daya alam yang diluncurkan pada tanggal 23 Juli 1972. Disusul oleh generasi berikutnya Landsat 2 diluncurkan pada tanggal 22 Januari 1975 dan peluncuran Landsat 3 pada tanggal 5 Maret 1978. Perkembangan satelit sumber daya alam komersial terjadi pada Landsat 4 yang diluncurkan pada tanggal 16 Juli 1982, disusul Landsat 5 yang peluncurannya pada tanggal 1 Maret 1984, dan Landsat 6 gagal mencapai orbit. Direncanakan pada awal 1998 akan segera diluncurkan satelit Landsat 7 sebagai pengganti Landsat 5.
Perkembangan satelit sumber daya alam tersebut diikuti oleh negara lain, dengan meluncurkan satelit PJ operasional dengan berbagai misi, teknologi sensor, serta distribusi data secara komersial, seperti satelit SPOT-1 (Systemme Probatoire d’Observation de la Terre) oleh Perancis pada tahun 1986 yang diikuti generasi berikutnya, yaitu SPOT-2, 3, dan 4.
Demikian juga dengan dipasangnya sensor radar pada satelit PJ sebagai penggambaran sensor optik, merupakan peluang yang baik bagi negara Indonesia, yang wilayahnya tertutup awan sepanjang tahun.
Pada tahun 1986 Heinrich Hertz melakukan percobaan yang menghasilkan bahwa berbagai obyek metalik dan non metalik memantulkan tenaga elektromagnetik pada frekwensi 200 MHz yang dekat dengan gelombang mikro. Percobaan radar pertama kali dilakukan oleh Hulsmeyer pada tahun 1903 untuk mendeteksi kapal.
Satelit PJ radar yang digunakan untuk mengindera sumber daya di bumi dimulai dengan satelit eksperimen Amerika Serikat untuk mengindera sumber daya laut Seasat (Sea Satellite) tanggal 27 November 1978, SIR (Shuttle Imaging Radar)-A 12 November 1981, SIR-B tahun 1984, SIR-C tahun 1987. Disusul satelit SAR milik Rusia Cosmos 1870 tahun 1987, dan beroperasi selama dua tahun, untuk pengumpulan data daratan dan lautan. Cosmos-1870 ini hanya merupakan suatu prototipe, yang dirancang khusus untuk satelit sistem radar, yang secara operasional akan dilakukan oleh Almaz-1. Satelit Almaz-1 diluncurkan 31 Maret 1991, yang awalnya untuk pantauan kondisi cuaca setiap hari, sedangkan secara operasional mengindera bumi baru dimulai 17 Oktober 1992 dan beroperasi selama 18 bulan. Konsorsium Eropa (ESA = European Space Agency) tidak mau ketinggalan meluncurkan ERS-1 tahun 1991 dan ERS-2 tahun 1995. Disusul Jepang dengan JERS (Japan Earth Resources Satellite), yaitu JERS-1 diluncurkan tanggal 11 Februari 1992, namun program ini tidak diteruskan dan diganti dengan Adeos (Advanced Earth Observation Satellite) Agustus 1996, serta GMS (Geostationer Meteorogical Satellite), India dengan IRS (Indiana Resources Satellite); dan Canada dengan Radarsat (Radar Satelitte).
Pada saat ini, satelit intelijen Amerika memiliki kemampuan menghasilkan citra dengan resolusi yang sangat tinggi, mampu mencapai orde sepuluhan sentimeter. Pada sebuah citra KH-12, mampu mengambil gambar pada malam hari dengan menggunakan gelombang infra merah yang sangat berguna untuk mendeteksi sebuah kamuflase atau bahkan dapat melihat jika seorang serdadu menggunakan topi/helmnya. Selain Amerika negara lain yang memiliki satelit pengindera bumi dengan resolusi yang sangat tinggi adalah Rusia dengan KVR 1000 (satelit Yantar Kometa), Perancis dengan Helios-2A dan Israel dengan Offeq-2.
Selain di bidang militer, pemerintah Amerika Serikat juga telah memberikan lisensi kepada tiga perusahaan swasta untuk meluncurkan satelit sipil beresolusi sangat tinggi seperti Orbview (Orbital Science Corporation), Space Imaging Satellite (Lockheed) dan Earthwatch (Ball Aerospace). Orbview akan menangani misi Orbview/Baseline yang akan diluncurkan tahun 1999 yang menawarkan resolusi 1 meter untuk mode pankromatik dan 4 meter untuk mode multispektral. Pada pertengahan tahun 1998 ini juga direncanakan peluncuran satelit Quick Bird yang merupakan satelit penerus generasi sistem Early Bird. Satelit Quick Bird akan membawa sensor QuickBird Panchromatic dengan resolusi spatial 1 meter dan QuickBird Multispectral dengan resolusi 4 meter.
Setiap program satelit mempunyai misi khusus mengindera dan mengamati permukaan bumi, sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan aplikasi yang menjadi tujuannya. Misi satelit PJ resolusi tinggi sebagian berorientasi untuk inventarisasi, pantauan, dan penggalian lahan atau daratan, sebagian untuk mendapatkan informasi kelautan dan lingkungan. Tabel 1 menunjukkan program satelit PJ operasional mulai dari tahun 1990 sampai menjelang tahun 2000, yang distribusi datanya bagi masyarakat di seluruh dunia. Data PJ tersebut dapat dipesan, dibeli, atau diminta melalui operator satelit atau stasiun bumi di negara atau kawasan setempat.
Thursday, February 19, 2009
Remote Sensing
Remote Sensing Untuk Tanah ,Mineral dan Geomorfologi
Hanya 26 persen dari permukaan bumi yang berupa daratan.Sisanya sebanyak 74 persen adalah air (termasuk di dalamnya laut,danau,waduk,dan sungai).Beberapa orang sebenarnya tinggal diatas kapal dan perahu atau bahkan tinggal di dalam bangunan yang dibangun diatas air.Hampir semua umat manusia yang berada di bumi tinggal pada bagian bumi yang padat terdiri dari lapisan batuan dan batuan yang lapuk karena perubahan cuaca dan iklim yang disebut tanah.Manusia secara relatif pada bagian tertentu dari dunia ini bisa memperoleh hasil panen yang melimpah dari tanah.Mereka juga bisa menggali mineral penting/logam mulia dari lapisan batuan dan menjadikannya material-material yang digunakan dalam proses industri/komersial dengan harapan untuk memperbaiki kualitas kehidupan di atas bumi.Hal ini menunjukkan bahwa sangat penting untuk mengetahui informasi yang akurat tentang lokasi ,kualitas tanah,mineral dan batuan yang melimpah agar mampu mempertahankan ketersediaan sumber daya alam yang tak tergantikan ini.
Lapisan batuan secara bertahap akan mengalami proses pelapukan akibat perubahan cuaca dan erosi yang disebabkan oleh kombinasi pengaruh air ,angin dan es.Material ini akan berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya melalui proses transport mass.Material sedimen yang tidak terbawa disebut dengan endapan permukaan.Remote sensing digunakan secara terbatas dalam proses identifikasi,inventaris dan pemetaan tanah yang berada di permukaan bumi terutama ketika tanah di permukaan bumi tersebut tidak tertutupi oleh vegetasi yang banyak.Bab ini akan memperkenalkan hal-hal mendasar tentang remote sensing karakteristik spectral tanah.Pengaruh yang kuat dari butir-butir tanah,bahan organik, dan kandungan air tanah akan menimbulkan pantulan spektral yang bisa diidentifikasi. Remote Sensing juga bisa memberikan gambaran tentang erosi tanah,menyediakan informasi biofisika untuk Universal Soil Loss Equation dan gambaran hidrologi lainnya.( Pickup and Chewings,1988).
Selain untuk tanah,remote sensing dapat memberikan informasi tentang kandungan kimia batuan dan mineral yang terdapat di permukaan bumi dan kurang lengkap apabila tertutupi oleh vegetasi yang banyak.Tekanan pada suatu tempat merupakan absorption bands(pita absorpsi) unik yang dapat dihubungkan dengan karakteristik khas batuan dan mineral sebagai rekaman yang dapat digunakan dalam teknik spectroscopy gambar (Clark,1999). Pada instansi tertentu,remote sensing dapat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan geobotanikal seperti penggunaan untuk mengidentifikasi geokimia tanah atau tipe batuan (Morrissey.1984,Schwaller.1987).
Bab ini diakhiri dengan sebuah gambaran umum tentang bagaimana informasi geologi bisa diperoleh melalui data penginderaan jauh, termasuk informasi litologi,struktur , pola drainase dan geomorfologi (bentang lahan).(Butler dan Walsh,1997). Data remote sensing secara umum mempunyai nilai terbatas untuk mendeteksi kedalaman,ciri-ciri geologi di bawah permukaan tanah kecuali jika mereka memiliki cara lain mengidentifikasi permukaan bumi yang dapat digunakan untuk memperhitungkan secara mendalam.
Hanya 26 persen dari permukaan bumi yang berupa daratan.Sisanya sebanyak 74 persen adalah air (termasuk di dalamnya laut,danau,waduk,dan sungai).Beberapa orang sebenarnya tinggal diatas kapal dan perahu atau bahkan tinggal di dalam bangunan yang dibangun diatas air.Hampir semua umat manusia yang berada di bumi tinggal pada bagian bumi yang padat terdiri dari lapisan batuan dan batuan yang lapuk karena perubahan cuaca dan iklim yang disebut tanah.Manusia secara relatif pada bagian tertentu dari dunia ini bisa memperoleh hasil panen yang melimpah dari tanah.Mereka juga bisa menggali mineral penting/logam mulia dari lapisan batuan dan menjadikannya material-material yang digunakan dalam proses industri/komersial dengan harapan untuk memperbaiki kualitas kehidupan di atas bumi.Hal ini menunjukkan bahwa sangat penting untuk mengetahui informasi yang akurat tentang lokasi ,kualitas tanah,mineral dan batuan yang melimpah agar mampu mempertahankan ketersediaan sumber daya alam yang tak tergantikan ini.
Lapisan batuan secara bertahap akan mengalami proses pelapukan akibat perubahan cuaca dan erosi yang disebabkan oleh kombinasi pengaruh air ,angin dan es.Material ini akan berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya melalui proses transport mass.Material sedimen yang tidak terbawa disebut dengan endapan permukaan.Remote sensing digunakan secara terbatas dalam proses identifikasi,inventaris dan pemetaan tanah yang berada di permukaan bumi terutama ketika tanah di permukaan bumi tersebut tidak tertutupi oleh vegetasi yang banyak.Bab ini akan memperkenalkan hal-hal mendasar tentang remote sensing karakteristik spectral tanah.Pengaruh yang kuat dari butir-butir tanah,bahan organik, dan kandungan air tanah akan menimbulkan pantulan spektral yang bisa diidentifikasi. Remote Sensing juga bisa memberikan gambaran tentang erosi tanah,menyediakan informasi biofisika untuk Universal Soil Loss Equation dan gambaran hidrologi lainnya.( Pickup and Chewings,1988).
Selain untuk tanah,remote sensing dapat memberikan informasi tentang kandungan kimia batuan dan mineral yang terdapat di permukaan bumi dan kurang lengkap apabila tertutupi oleh vegetasi yang banyak.Tekanan pada suatu tempat merupakan absorption bands(pita absorpsi) unik yang dapat dihubungkan dengan karakteristik khas batuan dan mineral sebagai rekaman yang dapat digunakan dalam teknik spectroscopy gambar (Clark,1999). Pada instansi tertentu,remote sensing dapat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan geobotanikal seperti penggunaan untuk mengidentifikasi geokimia tanah atau tipe batuan (Morrissey.1984,Schwaller.1987).
Bab ini diakhiri dengan sebuah gambaran umum tentang bagaimana informasi geologi bisa diperoleh melalui data penginderaan jauh, termasuk informasi litologi,struktur , pola drainase dan geomorfologi (bentang lahan).(Butler dan Walsh,1997). Data remote sensing secara umum mempunyai nilai terbatas untuk mendeteksi kedalaman,ciri-ciri geologi di bawah permukaan tanah kecuali jika mereka memiliki cara lain mengidentifikasi permukaan bumi yang dapat digunakan untuk memperhitungkan secara mendalam.
Subscribe to:
Posts (Atom)